Jumat, 20 Januari 2012

kedamaian yang kurebut


Pagi ini aku beranjak dari tidurku, masih gelap. Suhu pada subuh itu seperti mengupas kulitku dari kehangatan, tapi dengan Ikhlas ku berwudhu tuk siap mengejakan shalat.
Termenungku dalam renungan setelah dua rakaat terselesaikan. Apa yang terjadi padaku, sesalkah dari segala keterpurukanku jauh dari-MU Yaa Rabbku.. setelah mendengar kicauan-kicauan merdu menyambut pagi.. Indah memang, aku mencintai alam ini dan isinya.
yang selalu kusesali dalam hidupku, masihkah ada maaf atas sikapku kepada mereka yang telah ku renggut kedamaiannya, hidupnya, suka dukanya, kicauannya, atas kebodohanku sejak ku masih kecil?
Apakah mereka dapat memaafkanku Yaa Rabb?
Entahlah, tapi apa gunanya menyesal smua tak akan kembali seperti sedia kala. Saat semua damai, saat mereka tenang dengan hidupnya, saat anak-anak mereka gembira ibunya datang membawa sepotong makanan untuk perut keroncongan karena belum bisa mengambil makanan sendiri, saat mereka hangat dengan pelukan sayap ibunya dikala malam, ayahnya yang mengajari terbang dan menangkap mangsa, saat kicauan-kicauan mereka terdengar lembut dari ranting-ranting pohon rindang dekat rumahku, kedamaian hidup ada pada mereka yang tidak pernah ada kisahnya dalam kehidupan manusia…
tetapi, aku telah merebut semua. aku bodoh, ambisiku terlalu besar tuk mendapatkannya. Dengan mengumpulkan kerikil kecil sebagai peluru ketapelku aku pergi mencari di mana mereka tampak dari penglihatanku. Tak peduli mereka akan ku apakan setelah itu. Tak peduli apakah mereka punya keluarga atau tidak, yang penting ambisiku tercapai dulu. Memang ternyata benar, aku bodoh ketika itu. Mau kuapakan burung kecil ini, dimakan tidak cukup, di pelihara pun sudah tak bernyawa lagi dan akhirnya ku buang begitu saja…
di mana nuraniku?
di mana jiwaku?
di mana rasa sayangku?                                           
ku pikir kembali aku memang tak punya nurani saat itu, seperti pemburu berdarah dingin.
Tak terpikirkan olehku, apakah yang ku bunuh ini dua ekor burung yang punya anak kecil untuk di beri makan. Anak-anak  yang tengah menunggu ibu dan ayahnya datang dengan sepotong makanan. Sarang yang terbuat dari rumput-rumput liar jadi saksi kedamaian hidup mereka. Jika benar berarti anak-anaknya berharap besar ibunya akan datang, hanya penantian yang  sia-sia. dekapan hangat sayap ibunya tak akan mereka rasakan lagi. Suara panggilan ibunya yang membawa sepotong cacing kecil tak dapat mereka dengar lagi.
Mungkin mereka hanya bisa diam, dan tetap berharap ibu mereka datang.
“Di mana kau ibu, kami menunggu…”
“Ibu, kami kelaparan.. ibu kami kedinginan, ibu kami tak punya siapa-siapa.. “
“Ayah pun kemana?? Ayah tak ajari kami terbang. Agar kami bisa mencari kalian.. kami ingin terbang.”
Ibu.. Ayah.. kami rindu kalian!!      

2 komentar:

  1. nda tau koment apa ne, jd terharu kalo membaca postinganmu....tetap semangat jah..


    itulah likaliku kehidupan untuk merindukan pader and mader yang jauh dari sisi kita....sabar yah...

    BalasHapus

luvne.com resepkuekeringku.com desainrumahnya.com yayasanbabysitterku.com