If you remember that...
By the way, malam ini saya akan membahas lanjutan tulisan yang saya posting
kemarin, tentang penyebab 'sementara' minat menulis di kalangan remaja
maupun yang akan dan sudah baligh di Kota Air ini. Pembahasan ini hanya
sekedar fiktif belaka, jika ada kesamaan nama pemeran, tempat maupun ide
itu adalah pilihan saya, karena yang posting saya sendiri tanpa
bantuan Pemerintah setempat. Setelah menganalisa lebih lanjut, saya
mendapatkan fakta baru mengapa jarang membaca menjadi masalah
'sementara' penyebab minat menulis itu pun menjadi sasaran amuk massa.
Akibatnya banyak rumah rusak dan sarana umum dibakar. (Mainstream sakali
euy).
Setelah menemukan fakta baru dari sampel yang saya ambil,
yang rata-rata anak SMA dan mahasiswa juga mahasiswi mengambilnya secara
acak memakai jepitan seadanya kemudian memasukkannya dalam plastik
bening lalu memanggil Tim Ahli Forensik biar penelitian ini dibantu oleh
pihak yang berwenang dan berpengalaman.
#ckck
Kemarin saya telah memaparkan penyebab 'sementara' mengapa minat
menulis itu kurang, yaitu dipicu oleh
jarang membaca. Nah, bagaimana
kita akan mendapatkan ide yang baik jika kita jarang membaca? Itulah
akar permasalah yang sementara saya temukan di lapangan kemarin, selain
lapangannya basah karena hujan, juga bola yang di pakai menjadi berat
sehingga pemain kewalahan dan cepat capek. Apa yang kita tulis itu tidak
semua tergantung apa yang kita baca. Itulah saya menemukan fakta baru.
Jarang membaca juga menyebabkan galau berkepanjangan (dari fakta
pertama). Saya teringat kata pepatah klasik, "Bersakit-sakit dahulu,
meriang-meriang kemudian". Jarang membaca menyebabkanmu sakit untuk
memulai sebuah tulisan. Hanya bergantung padanya, engkau akan galau
karena jarang membaca hatinya yang mulai tenggelam di palung laut
terdalam, kau bergantung pada tempat yang rapuh. Kaupun ikut terjatuh
dan tak bisa bangkit lagi, mencoba berdiri kembali berlari lalu tersesat
dan tak tau arah jalan pulang jadilah butiran-butiran debu.. *jleb
#kemudianpingsan (maaf, ini di luar analisa, tetiba si Rumor merasuk di otakku lalu mengacak sendi-sendi ideku).
Lanjut pembahasan jarang membaca adalah penyebab 'sementara' yang memicu minat menulis itu menjadi nol derajat. Dingin.
Yah, itu. Jarang membaca dan minat menulis, sangat tidak serasi.
Seperti engkau memakai jas di pasangkan dengan boxer, atau gaun dengan
kopiah. Oleh sebab itu membaca itu perlu. Engkau tidak akan bisa menulis
kisah kita di sini, jika engkau tidak dapat membaca hatiku (ini
contoh). Membaca dan membaca. Membaca di sini tidak hanya terpaku pada
buku saja. Membaca tidak harus itu buku, bacalah apa yang engkau lihat
dan rasakan. Bagaimana pula engkau akan membaca hatiku, jika engkau
berpaling kemudian tidak menganggap aku ada. Sakit. Aduh mama
sayangeeee..!!! (copas kalimat yang sering digunakan oleh Kak Abdur,
runner-up SUCI4).
Lihat dan juga rasakan, semua yang di sekitarmu.
Siang, malam, senja, embun, pagi, awan hitam, pelangi, orang-orang,
kesalahan hidup, itu semua bisa menjadi ide untuk menjadikan jarang
membaca bukan lagi menjadi masalah 'sementara' tuk menjadikan minat
menulis itu nol derajat. Setidaknya bisa menjadi hangat pada suhu dua
puluh tujuh derajat. Suhu standar. Tidak perlu untuk terobsesi menulis
yang langsung Best Seller. Hehehe..
Jangan berpikir keras untuk
menulis atau memulai sebuah tulisan. Seperti kata-kata oleh Abinya Azka,
"Tulislah apa yang engkau pikirkan, jangan pikir apa yang engkau akan
tulis". Kurang lebih mirip atau bisa jadi seperti itu kalimatnya.
Nah, mengenai fakta baru dari penelusuran saya pada sampel yang menjadi
pilihan, saya akan bahas dikemudian hari. Berhubung jempol saya makin
keram setelah capek ngetik, tulisan sebelumnya yang hampir selesai
tiba-tiba lenyap. Resiko menulis bukan di kompi atawa leppy. Akhirnya
menulis ulang yang kurang lebih hampir sama, yang sebelumnya panjang
dari ini. Hanya mengandalkan jempol dan si "Jimbey" (nama smartphone
sumsang saya).
#kemudianbersambung