Cahaya kuning terang mengintip dari ufuk timur mengganggu kelopak mataku tuk terpejam, silaunya di ikuti nyanyian burung-burung kecil pada ranting-ranting pohon di atas tempatku mendirikan tenda, padang rumput hijau yang basah oleh beningnya embun, ilalang menari diterpa angin sepoi-sepoi, aroma rerumputan entah itu aroma humus tanah yang subur akibat hujan semalam. Orang banyak bercerita bahwa itu bau hujan, tetapi bagiku aroma itu keindahan yang dihadirkan air saat menyentuh tanah, sebuah keindahan kedua setelah hujan menghadirkan pelangi. Ada juga sepasang kupu-kupu terbang saling mengejar lalu hinggap di tepi air kecil yang mengalir melewati sela-sela batu sedikit berisik tetapi kedengaran damai. Tampak di antara aliran itu ada yang tak beriak terdapat ikan dan udang kecil yang bermain walau dalamnya hanya sekitar dua jengkal memakan lumut dan ganggang yang menempel pada akar pohon di tepi aliran kecil itu. Aku menyerup kopi susu yang masih hangat di cangkir merah bergambar salah satu klub bola raksasa Inggris favoritku, Manchester United. Mataku masih sedikit sayup sisa kantuk semalam masih menggoda tuk melanjutkan kembali berlaga di dunia mimpi dalam tenda orange menciptakan dunia sendiri yang datangnya juga sendiri. Teman-temanku masih serius berlaga di dunia itu, menciptakan dunianya masing-masing. Ada yang gayanya model pistol, mungkin untuk meminimalisir rasa dingin meningkatkan rasa hangat, tetapi kenyataan dan yang biasa ku rasakan dan lakukan begitu jika merasakan dingin. Ada juga yang masuk dalam sleeping bag, aku hanya asyik menikmati kopi susu hangatku sambil menikmati sunrise dan aroma alam. Dalam keadaan yang sama di sudut tenda yang lainnya seorang gadis memakai jaket gunung berlogo pohon cemara, yang tidak asing bagiku melakukan hal yang sama denganku, rambutnya tertutup jilbab hijau botol, aku melihatnya kemudian ingin masuk dalam dunia berpikirnya. Tetiba dia menatapku, mungkin dia sadar bahwa aku sedang memperhatikannya, dia tersenyum simpul.
Sebenarnya dia dan aku tidak saling mengenal, cuma gegara sekota aku sering melihatnya. Temanku bersahabat dengannya, cuma ketika mendaki bersama dia ikut kemping. Pernah juga aku berpapasan masuk dalam sebuah warung kopi yang cukup dikenal di kota ini, kebetulan pada meja yang berhadapan.
Dia menegur dan bertanya: "suka bertualang ya?"
Aku menjawab: "iya. Knapa?"
"Kelihatan dari gayanya" sambungnya.
mungkin saja dia memperhatikan aku, atau juga mungkin dari daypack yang ku pakai.
"Cuma bertualang saja?" tanya dia lagi.
"Bukan cuma itu aku suka sosok Norman Edwin juga Soe Hok Gie". lanjutku. kemudian asyik otak-atik layar gadget milikku.
0 komentar:
Posting Komentar