Senin, 26 Mei 2014

Tentang Rasa

PUISI Soe Hok Gie untuk Ira sebelum hari terakhirnya di mahameru (Puncak Semeru)

Ada orang yang menghabiskan waktunya ke Mekkah
Ada orang yang menghabiskan waktunya berjudi di Mirasa
Tapi aku ingin menghabiskan waktu ku di sisi mu... sayangku...

Bicara tentang anjing-anjing kita yang nakal dan lucu
Atau tentang bunga-bunga yang manis di lembah Mandala Wangi

Ada serdadu-serdadu Amerika yang mati kena bom di danau
Ada bayi-bayi yang mati lapar di Biapra
Tapi aku ingin mati di sisi mu...Manis ku...

Setelah kita bosan hidup dan terus bertanya-tanya
Tentang tujuan hidup yang tak satu setan pun tahu
Mari sini sayang ku...
Kalian yang pernah mesra
Yang simpati dan pernah baik pada ku
Tegaklah ke langit luas atau awan yang mendung...
Kita tak pernah menanamkan apa-apa
Kita tak kan pernah kehilangan apa-apa

Selasa, 11 November 1969

Kamis, 15 Mei 2014

Selasa, 13 Mei 2014

Sampai Nanti

Masih teringat saat kau berlari mendekat padaku
Menunduk dan semakin menunduk
Hingga lelah, entah berpikir atau mengambil nafas dalam setelahnya dan berharap aku berhenti

Masih teringat saat kau memberiku secarik kertas yang bertuliskan puisi manis dengan gambar bunga di sudut-sudutnya, kau tersenyum sambil berlalu

Masih teringat saat jam sekolah berakhir kau berdiri dan bersandar di mejamu menungguku menutup jendela kaca kelas karena hari itu jadwal tugasku piket

Masih teringat ketika kau datang mendekat lalu menurunkan gulungan lengan bajuku kemudian sekali menatapku dan melarangku jangan melakukannya lagi karena lenganku kurus

Masih teringat pada jam pelajaran bahasa inggris kau datang menyuruh teman sebangkuku untuk pindah dan menggantikannya duduk di sampingku, karena kau tau aku kurang pandai tentang pelajaran itu

Sebenarnya aku belum paham mengapa semua itu terjadi, mengapa kau melakukan itu
Yang aku tau adalah rasa kagum saat melihatmu berbicara cerdas saat diskusi setelah persentase tugas kelompok di depan kelas, rasa senang ketika aku merasa diperhatikan olehmu, rasa kehilangan di kelas ketika ada suratmu di meja guru berisi tentang keadaanmu yang sedang sakit yang ku lihat hanyalah bangku kosong sepanjang hari

Aku pernah melihatmu murung sendiri di pojok kelas sambil menyandarkan kepalamu pada sandaran kursi, ingin rasanya tau apa masalahmu, ingin masuk di dunia pikiranmu kemudian mengikat semua gundahmu

Kau juga sering menegurku dengan lembut jika aku melakukan hal-hal aneh ketika jam pelajaran kosong. Menyuruhku tuk diam, tetapi teguran yang hanya untukku, sementara yang teman lainnya kau biarkan.
Kau pernah mengatakan bahwa ada hal yang sudah kau berikan padaku, namun aku tidak pernah menyadarinya. Mungkin karena aku kaku.
Aku kaku saat kau mendekatiku, ketika wangi parfum khas milikmu tercium olehku
Aku kaku ketika kita kebetulan saling berpapasan keluar dari kelas
Aku kaku terhadap tatapan sendumu yang tertuju padaku melihatku serius membaca komik kesukaanku dari sudut mataku aku memperhatikan hal itu
Kaupun salah tingkah ketika tiba-tiba aku menatapmu
Kemudian semua tidak terucap, menjadi misteri dan kemudian berlalu
Biarkan hujan hari itu menjawab rasamu, akupun begitu.
Biarkan tetes air dari atap lantai dua kelas menyimpan kenanganmu dan kenanganku
Biarkan mimpi-mimpi buruk menghapus ingatanmu tentang kelas dan isinya

Aku cuma ingin satu saat nanti kita bercerita tentang rasamu, rasaku dan semua tentang bagaimana aku tidak bisa tidur mengingat senyummu, tentang mengapa kau selalu menulis banyak namaku di buku diarymu yang kau lupa di laci kelas, tentang aku yang senang melihat lentik bulu yang menghiasi matamu, tentang aku, tentang kamu, tentang semua...


01:53 pm. 14 May '14

Minggu, 11 Mei 2014

Dalam Pekatmu, Sendiri

Dari ujung belantara, teriakan jangkrik terdengar merdu di dalam kesunyian
Sepi saja di sini, itulah terasa dalam jiwa
Suara-suara binatang malam lembah dalam peraduannya bersaksi tentang malam ini
Lepaskan penat tanpa keringat, hanya gerimis
Seperti ikut berjalan diantaranya, hanya sendiri
Menatap hampa pada kegelapan, hanya misteri
Adakah batas di atas sana, hingga aku menatap tanpa menemukanmu
Purnama tidak selalu indah, genggaman kuatmu terlepas dan terhempas
Hilang lalu pergi tanpa jejak
Kau juga lupa tentang cerita yang kuperdengarkan kemarin lalu diam
Kita mungkin masih rapuh gampang terkoyak gelombang masa.
Midnight 23:49 am

Jumat, 09 Mei 2014

Numb

Air mata takkan bisa memanggilku
Ucapanpun tidak dapat ku dengar
Sisa-sisa tangis hati telah menyembuhkanku dalam semalam
Suaramu serak memilih tuk pergi
Lepas dahaga dari derita menjadi cerita
Lebam dimatamu, sembuhkan dengan benci
Bukan meninggalkan dengan duka
Mataku tak bisa terbuka lagi, tanganku kaku
Meraihmu...
Untuk apa lagi, aku sudah tidak bernyawa
Bagaimana dengan merasakan cinta?

Jalan Ramai (Survei Lalu Lintas)

Kamis, 08 Mei 2014

Koma

Roh dalam darah seolah menangis memberi tahu seberapa jauh lagi kau meyakinkan dirimu mencintainya. Gelap terang silih berganti, tertatih tetap melangkah. Kau pejamkan mata sejenak, dimana terakhir kalinya mendengarmu berucap sayang. Ini bagian hidupku, tanpa arti seperti kapas tanpa emas jika semakin menjauh. Mengapa aku?
Senjamu mulai datang, mimpimu baru saja kau terbangun. Terlambat untuk menyesal. Bagaimana dengan sesal itu sendiri?

Salah itu bagai titik diatas kertas, itulah kenyataan. Kenyataan dimata para manusia.

Purnama ke Duabelas

Kita berbeda, kamu tidak akan pernah mungkin bisa mengerti seperti yang aku inginkan. Kita berbeda, ada beberapa hal yang tidak kamu pahami tentangku. Kita berbeda, makanya aku menjauh. Kita tidak bisa bersama lagi.

Itu kalimat terakhir yang terkirim dari pesan singkatmu. Yah memang belakangan ini kamu menuntut banyak padaku, memintaku menuliskan tentang bagaimana sosokmu di mataku, tentang berapa besar perjuanganku untuk bisa mempertahanmu, tentang seperti apa usaha yang aku jalani selama ini, tentang pekerjaan apa yang bisa menjamin masa depanmu nanti. Kamu tahu semua itu sudah aku jalani, mungkin prosesnya yang membuatmu kurang bersabar. Aku selalu dan tetap berusaha. Seberapa maju langkahku itu,  kamu tidak pernah melihatnya, hanya bisa bertanya padaku atau teman-teman terdekatku. Iya, semenjak kamu memutuskan melanjutkan kuliah Pascasarjana untuk meraih gelar Magister di jurusan Fisika yang sama seperti jurusan Sarjanamu. Semua cita-cita tersusun rapi saat kita bercerita tentang bagaimana masa depan kita. Banyak, seperti tumpukan buku-buku di ruang khusus yang akan menjadi perpustakaan pribadiku. Hingga aku bisa menyusunnya dengan rapi di rak yang berbentuk silinder. Semua itu mudah, tetapi butuh proses, dimana aku harus memilah mana tulisan fiksi dan di bagian mana bagian tentang nonfiksi, juga ada buku tentang National Geographic koleksiku. Begitu susunannya rapi barulah itu aku kan menyusun tempat di mana buku lainnya aku tempatkan. Mungkin tidak jauh berbeda dengan proses langkah yang aku lakukan apa yang menjadi tuntutanmu. Kemarin aku masih merasakan semangat darimu untukku, hingga kulakukan semua dengan tulus. Semenjak engkau mulai smester S2 bertemu dengan teman-teman berbeda seperjuanganmu sambil bercerita tentang masa depan berikutnya, kaupun tidak mau kalah dengan mereka. Hingga kita bertengkar karena mendengarku belum juga lolos masuk di perusahaan terbesar di kota kita, tempat yang meyakinkan, baik dari gaji dan tunjangan kesejahteraan. Kau marah sampai aku tidak bisa berbuat bagaimana lagi. "Kita break dulu sampai kau menemukan pekerjaan yang bisa menjanjikan. Kau kan yang akan menjadi kepala Rumah Tangga nantinya, mau kau kasih apa aku?". Itulah kalimatmu sebelum memutuskan mematikan tiba-tiba ponselmu sebelum aku menjawabnya. Itu juga pertama kau menyebut kata "kau" yang sebelumnya kamu selalu memanggilku "cinta" dalam kalimat apapun itu padaku. Itu juga membuatku menjadi buntu. Biasanya kamu memberi semangat aku tidak perduli dengan diriku, seberapa lelah usahaku, seberapa jauh aku melangkah asalkan kamu tersenyum dan tetap denganku. Itu saja. Ini bukan keluhan, karena aku tidak pernah menyesali semua.
Kalimat terakhirmu itu juga menjadi batas komunikasiku denganmu. Ini sudah bulan ke-tujuh setelah itu. Aku memang jatuh sesaat, tetapi semangatku tetap ada dan berusaha. Aku berpikir itu mungkin kamu katakan karena benar saat marah saja, "mungkin akan berubah pikiran lagi.." gumamku dalam hati sebagai penyemangat. Semenjak lima bulan lalu aku memulai membuka bisnis desain yang aku pelajari saat kuliah yang pemesanannya online dari seluruh Indonesia. Untungnya lumayan, karyawanpun sudah mulai ada aku menjadi koordinatornya, hingga aku membuat sendiri tempatnya yang sebelumnya menyewa. Sambil menunggu panggilan -dinyatakan lulus- oleh perusahaan tempatku melamar. Aku selalu berharap nomorku dihubungi setelah mengikuti pendaftaran Batch 9 seminggu yang lalu, ini sudah keenam kalinya aku mencoba lagi. Aku juga tidak lepas berharap kau menghubungiku, karena menghubungimu sudah tidak bisa lagi. Nomor dan Pin BBM-mu sudah terganti, akun Facebook dan Twittermu juga telah memblokirku. Aku cuma berharap dan terus berharap kamu tetap ada di sana yang terpenting di hati dan pikiranmu masih ada bayangan kenangan tentangku.
Selang hari ke empat belas, jawaban dari perusahaan datang langsung kerumahku. Ini bukan melalui ponsel, tetapi bagian penerimaan langsung menemuiku. Aku sebenarnya sudah di terima semenjak mendaftar pertama. Tetapi ada hal yang tidak bisa dikatakan pihak perusahaan sampai kenapa aku di katakan tidak lulus.
Ini akan menjadi berita baik untukmu pasti kamu senang. Purnama ke duabelas aku memutuskan tuk menemuimu dan mengatakan langsung berita ini, sambil membawa cincin yang ku pesan sebagai tanda ikatan untukmu.
Setelah terbang selama dua jam, aku sampai di kota tempatmu kuliah, singgah di rumah tempatmu menyewa. Kamu pernah memberiku alamatnya sebelum kita break tetapi katanya sudah pindah bulan lalu akupun memutuskan langsung menuju kampusmu. Berpakaian seperti mahasiswa sambil melirik kanan kiri pada gedung-gedung -salah satu kampus terbesar di Indonesia itu- aku berjalan menuju gedung jurusanmu. Rambutku gondrong di bawah bahu, karena selama delapan bulan belum bercukur, dengan sedikit janggut yang selalu ku rapihkan jika sudah sepanjang ukuran genggaman, mahasiswa-mahasiswa yang nongkrong banyak melihatku heran. Masih jamankah gondrong? Begitu mungkin kata dalam hati mereka. Setahun lebih tidak bertemu dan komunikasi membuatku cuek dengan semua. Semenjak dari berangkat aku hanya bertanya dalam hati, bagaimanakah kamu sekarang? Masihkah kamu menyimpan rasa terhadapku? Masih ingatkah tentang cita dan cinta kita dahulu? Pudarkah?

Kamar Sempit, 8 Mei 2014.

Mutiara Hitam di Kampus Biru

Dari sudut manapun kita bersua, setelah sembilan tahun semenjak aku menikmati lembut warna tembok dan kusut lantai tegel yang setiap tahunnya berganti baru. Kau tetap sama, menyimpan banyak kenangan, kesenangan, dan hal-hal rahasia yang kau saksikan dalam diammu.
Ruang-ruang yang biasanya ramai dengan celoteh dosen suara-suara mahasiswa yang berbicara, berorasi mengeluarkan aspirasinya, tukar pendapat dalam forum, tangis bengis saat tugas ditolak mentah oleh dosen yang pengerjaannya sampai seminggu begadang menembus malam.
Kusam kaca-kacamu yang dari saat pembuatannya tidak pernah tersentuh alat ataupun cairan pembersih, malah hanya bertambah parah ketika menjadi sasaran karena ada bagian dari kami yang mengamuk terhadap dosen karena tidak menerima tugasnya dibongkar dari halaman pertama, ataupun tawuran antar fakultas demi membela harga diri dan rasa persaudaraan dalam Fakultas Mutiara Hitam. Kursi-kursi besi yang kadang ikut juga dalam tawuran "kami tidak memulai, tetapi jangan pernah sentuh dan injak harga diri kami itulah saatnya kami melawan".
Sekret Hitam full AC (Angin Cepoi-Cepoi), tempat curhat skalian kerja tugas yang terkadang dijadikan arena "fight" jika meluapkan emosi juga tempat nonton bareng Uefa Liga Champion atau Barclays Premier League karena tim-tim favorit yang bertanding.
Ada banyak kenangan di sini di tempat ini, sahabat, teman, rekan, kawan, juga lawan. Fakultas Mutiara Hitam " TEKNIK". Aku juga takkan kemana, tidak ada kata lupa di sini.

FT-UT (Ruang Rehabilitasi)

Rabu, 07 Mei 2014

Dalam Satu Dunia

Bilamana ombak tak beriak, camar tak menari indah di atasnya dan menantikan celoteh sang ilalang di sudut karang...

Dan..
Sampaikanlah salam hangatmu ketika jenuhmu
Kutipan katamu bisa menyadarkanku
Bait puisimu menyentuh
Kita..
Manakala semakin tersudut oleh cepatnya waktu
Jagalah semua yang pernah kau katakan
Itulah peganganmu
Aku..
Ada di sini, di tempat yang sama

Selasa, 06 Mei 2014

EmpatBelas

Teringat dan teringat
Ketika bayangan jari-jari dan bentuk suaramu
Berkembang dalam nadi biruku
Sudah sampai jauh dalam kita
Tetiba kelopakmu jatuh diterpa badai sore itu
Kau tak mungkin memungutnya
Biarkan berserakan lalu menjadi busuk
Berbaur dengan tanah mati
Kelopak itu masih banyak, tersimpan dalam singgasananya
Daun pelangi dalam mentari
Lalu suara panggilanmu
Aku sendiri
Aku ingin sendiri
Sendiri saja mendengarnya
Hanya aku yang menoleh
Tiada upaya dari sudut matamu melirik. Cukup disini.

luvne.com resepkuekeringku.com desainrumahnya.com yayasanbabysitterku.com