Sabtu, 26 Juli 2014

Dingin

Diselipkan dalam rinai
Menggapai jiwa tenang dalam rindu
Tanah hari ini telah meresapi arti
Arti dari tetes-tetes sampai deras
Selimuti semua yang ada di atasnya

Aku menunggu segalanya usai
Derasnya bisa menghukumku
Tiba disuatu tempat teduh
Aku kembali menunggu, serasa beku
Jemari semakin terasa kaku

Di sini mugkin akan jadi cerita esok
Jalanan panjang ini, ketika bersua
Atau lubang-lubang jalan rusak
Bisa juga tentang pohon dan rerumputan yang terlihat segar

Di sini, masih ada yang bisa ku ceritakan pada semua. Semoga.

Menanti hujan reda, 26-07-2014

Senin, 21 Juli 2014

Wahai Sahabat

Ingatkanku tentangmu, tentang kita
Dari segala kenangan kita teman
Segala cerita kita kawan
Segala ceria kita rekan
Segala canda dan tawa kita sahabat
Segala sedih dan senyum kita, saudaraku..

Mungkin kau telah lelah dari semua
Atau juga kau sangat di sayang Oleh-Nya..
Hingga Dia Menjemputmu lebih awal
Kita tidak bersama lagi sobat

Masih ku ingat ceria raut wajahmu
Suara kritismu, ketika itu
Ruangan Fakultas Teknik pun jadi sepi
Hingga keberadaanmu menggema
Kawan, kau telah berjuang hingga lelah..
Tak bisa menahan semua, hingga menyerah juga..
Kau hebat, kami tinggal menunggu
Menunggu giliran, menyusul kesana
Tempatmu sekarang berbeda
Kami tidak akan melupa
Kita telah bersama menempuh study dan semua tentang study...

Kau bukan sekedar teman. Jadi kami mengingat walau tempat kita telah berbeda...
Selamat jalan kawanku, temanku, rekanku, sahabatku dan juga saudaraku.
Bahagialah di tempatmu yang baru..

Untukmu Sahabat, Adhi Sucipto.
(23'07'88 - 21'07'14)

Minggu, 20 Juli 2014

Survei Gaje Part II

If you remember that...




By the way, malam ini saya akan membahas lanjutan tulisan yang saya posting kemarin, tentang penyebab 'sementara' minat menulis di kalangan remaja maupun yang akan dan sudah baligh di Kota Air ini. Pembahasan ini hanya sekedar fiktif belaka, jika ada kesamaan nama pemeran, tempat maupun ide itu adalah pilihan saya, karena yang posting saya sendiri tanpa bantuan Pemerintah setempat. Setelah menganalisa lebih lanjut, saya mendapatkan fakta baru mengapa jarang membaca menjadi masalah 'sementara' penyebab minat menulis itu pun menjadi sasaran amuk massa. Akibatnya banyak rumah rusak dan sarana umum dibakar. (Mainstream sakali euy).
Setelah menemukan fakta baru dari sampel yang saya ambil, yang rata-rata anak SMA dan mahasiswa juga mahasiswi mengambilnya secara acak memakai jepitan seadanya kemudian memasukkannya dalam plastik bening lalu memanggil Tim Ahli Forensik biar penelitian ini dibantu oleh pihak yang berwenang dan berpengalaman. ‪#‎ckck‬
Kemarin saya telah memaparkan penyebab 'sementara' mengapa minat menulis itu kurang, yaitu dipicu oleh jarang membaca. Nah, bagaimana kita akan mendapatkan ide yang baik jika kita jarang membaca? Itulah akar permasalah yang sementara saya temukan di lapangan kemarin, selain lapangannya basah karena hujan, juga bola yang di pakai menjadi berat sehingga pemain kewalahan dan cepat capek. Apa yang kita tulis itu tidak semua tergantung apa yang kita baca. Itulah saya menemukan fakta baru. Jarang membaca juga menyebabkan galau berkepanjangan (dari fakta pertama). Saya teringat kata pepatah klasik, "Bersakit-sakit dahulu, meriang-meriang kemudian". Jarang membaca menyebabkanmu sakit untuk memulai sebuah tulisan. Hanya bergantung padanya, engkau akan galau karena jarang membaca hatinya yang mulai tenggelam di palung laut terdalam, kau bergantung pada tempat yang rapuh. Kaupun ikut terjatuh dan tak bisa bangkit lagi, mencoba berdiri kembali berlari lalu tersesat dan tak tau arah jalan pulang jadilah butiran-butiran debu.. *jleb ‪#‎kemudianpingsan‬ (maaf, ini di luar analisa, tetiba si Rumor merasuk di otakku lalu mengacak sendi-sendi ideku).
 
Lanjut pembahasan jarang membaca adalah penyebab 'sementara' yang memicu minat menulis itu menjadi nol derajat. Dingin.
Yah, itu. Jarang membaca dan minat menulis, sangat tidak serasi. Seperti engkau memakai jas di pasangkan dengan boxer, atau gaun dengan kopiah. Oleh sebab itu membaca itu perlu. Engkau tidak akan bisa menulis kisah kita di sini, jika engkau tidak dapat membaca hatiku (ini contoh). Membaca dan membaca. Membaca di sini tidak hanya terpaku pada buku saja. Membaca tidak harus itu buku, bacalah apa yang engkau lihat dan rasakan. Bagaimana pula engkau akan membaca hatiku, jika engkau berpaling kemudian tidak menganggap aku ada. Sakit. Aduh mama sayangeeee..!!! (copas kalimat yang sering digunakan oleh Kak Abdur, runner-up SUCI4).

Lihat dan juga rasakan, semua yang di sekitarmu. Siang, malam, senja, embun, pagi, awan hitam, pelangi, orang-orang, kesalahan hidup, itu semua bisa menjadi ide untuk menjadikan jarang membaca bukan lagi menjadi masalah 'sementara' tuk menjadikan minat menulis itu nol derajat. Setidaknya bisa menjadi hangat pada suhu dua puluh tujuh derajat. Suhu standar. Tidak perlu untuk terobsesi menulis yang langsung Best Seller. Hehehe..
Jangan berpikir keras untuk menulis atau memulai sebuah tulisan. Seperti kata-kata oleh Abinya Azka, "Tulislah apa yang engkau pikirkan, jangan pikir apa yang engkau akan tulis". Kurang lebih mirip atau bisa jadi seperti itu kalimatnya.
Nah, mengenai fakta baru dari penelusuran saya pada sampel yang menjadi pilihan, saya akan bahas dikemudian hari. Berhubung jempol saya makin keram setelah capek ngetik, tulisan sebelumnya yang hampir selesai tiba-tiba lenyap. Resiko menulis bukan di kompi atawa leppy. Akhirnya menulis ulang yang kurang lebih hampir sama, yang sebelumnya panjang dari ini. Hanya mengandalkan jempol dan si "Jimbey" (nama smartphone sumsang saya).

#kemudianbersambung

Survei Gaje Part I

Ada yang bertanya tentang seberapa besar minat menulis para remaja atau juga orang yang telah baligh di kota Luwuk, saya telah menemukan akar dari yang saya anggap (sementara) itu sebuah masalah. 
Mengapa saya mengatakan 'sementara', karena masih banyak kemungkinan yang bisa terjadi. Maksud dari 'sementara' di sini adalah bukan keabadian. Dari hasil survei dari beberapa sampel saya temukan akar permasalahan itu terbagi dua, yaitu ada yang berbentuk serabut juga tunggal. Yang tunggal di sini jelas dia tidak punya saudara, sedangkan yang serabut itu juga sudah jelas bukan tunggal.
 
Lanjut dari mengapa minat menulis itu menjadi masalah yang sementara pada remaja adalah karena jarang membaca. Nah jarang membaca inilah pemicu minat menulis juga menjadi masalah sementara. Jarang membaca juga dipicu oleh dua faktor, yaitu faktor jarang juga faktor membaca. Jika hanya faktor jarang saja, tidak dapat dikatakan jarang membaca. Karena tidak dapat memenuhi kriteria untuk bisa dikatakan jarang membaca. Begitu juga dengan membaca, jika hanya membaca saja tidak juga bisa masuk kriteria jarang membaca, yang bisa memicu bahwa minat menulis itu di akibatkan oleh jarang membaca. Nah, tunggu hasil survei berikutnya, semoga minat menulis ini bukan lagi masalah sementara.

Kembali Mengingat

Pagi
Kau datang lagi, setelah malam kelam
Setelah cahaya temaram lampu kota mengikat ruang udara
Setelah mimpi menggoda lelap
Setelah purnama berlalu
Setelah cakrawala gelap matahari yang bersembunyi
Setelah kumpulan hawa dingin ingin menjemput mentari
Hujan hari ini
Rahmat pagi ini, turun menyelimuti
Entah beberapa menuturkan keluhan
Entah mereka peka dalam syukur
Silahkan protes kepada Malaikat
Kelam langit pagi ini, menyimpan sedih
Adakah yang merasakan derita?
Mungkin saja ini gambaran air mata
Anak-anak dan para ibu korban roket di bumi Syam, bumi para Nabi. 
Gaza, Palestina.


Pagi, 08:14 WITA.

Kamis, 17 Juli 2014

Catatan Kecil

Cahaya kuning terang mengintip dari ufuk timur mengganggu kelopak mataku tuk terpejam, silaunya di ikuti nyanyian burung-burung kecil pada ranting-ranting pohon di atas tempatku mendirikan tenda, padang rumput hijau yang basah oleh beningnya embun, ilalang menari diterpa angin sepoi-sepoi, aroma rerumputan entah itu aroma humus tanah yang subur akibat hujan semalam. Orang banyak bercerita bahwa itu bau hujan, tetapi bagiku aroma itu keindahan yang dihadirkan air saat menyentuh tanah, sebuah keindahan kedua setelah hujan menghadirkan pelangi. Ada juga sepasang kupu-kupu terbang saling mengejar lalu hinggap di tepi air kecil yang mengalir melewati sela-sela batu sedikit berisik tetapi kedengaran damai. Tampak di antara aliran itu ada yang tak beriak terdapat ikan dan udang kecil yang bermain walau dalamnya hanya sekitar dua jengkal memakan lumut dan ganggang yang menempel pada akar pohon di tepi aliran kecil itu. Aku menyerup kopi susu yang masih hangat di cangkir merah bergambar salah satu klub bola raksasa Inggris favoritku, Manchester United. Mataku masih sedikit sayup sisa kantuk semalam masih menggoda tuk melanjutkan kembali berlaga di dunia mimpi dalam tenda orange menciptakan dunia sendiri yang datangnya juga sendiri. Teman-temanku masih serius berlaga di dunia itu, menciptakan dunianya masing-masing. Ada yang gayanya model pistol, mungkin untuk meminimalisir rasa dingin meningkatkan rasa hangat, tetapi kenyataan dan yang biasa ku rasakan dan lakukan begitu jika merasakan dingin. Ada juga yang masuk dalam sleeping bag, aku hanya asyik menikmati kopi susu hangatku sambil menikmati sunrise dan aroma alam. Dalam keadaan yang sama di sudut tenda yang lainnya seorang gadis memakai jaket gunung berlogo pohon cemara, yang tidak asing bagiku melakukan hal yang sama denganku, rambutnya tertutup jilbab hijau botol, aku melihatnya kemudian ingin masuk dalam dunia berpikirnya. Tetiba dia menatapku, mungkin dia sadar bahwa aku sedang memperhatikannya, dia tersenyum simpul. Sebenarnya dia dan aku tidak saling mengenal, cuma gegara sekota aku sering melihatnya. Temanku bersahabat dengannya, cuma ketika mendaki bersama dia ikut kemping. Pernah juga aku berpapasan masuk dalam sebuah warung kopi yang cukup dikenal di kota ini, kebetulan pada meja yang berhadapan. 
Dia menegur dan bertanya: "suka bertualang ya?" 
Aku menjawab: "iya. Knapa?" 
"Kelihatan dari gayanya" sambungnya. mungkin saja dia memperhatikan aku, atau juga mungkin dari daypack yang ku pakai. 
"Cuma bertualang saja?" tanya dia lagi.
"Bukan cuma itu aku suka sosok Norman Edwin juga Soe Hok Gie". lanjutku. kemudian asyik otak-atik layar gadget milikku.

Senin, 26 Mei 2014

Tentang Rasa

PUISI Soe Hok Gie untuk Ira sebelum hari terakhirnya di mahameru (Puncak Semeru)

Ada orang yang menghabiskan waktunya ke Mekkah
Ada orang yang menghabiskan waktunya berjudi di Mirasa
Tapi aku ingin menghabiskan waktu ku di sisi mu... sayangku...

Bicara tentang anjing-anjing kita yang nakal dan lucu
Atau tentang bunga-bunga yang manis di lembah Mandala Wangi

Ada serdadu-serdadu Amerika yang mati kena bom di danau
Ada bayi-bayi yang mati lapar di Biapra
Tapi aku ingin mati di sisi mu...Manis ku...

Setelah kita bosan hidup dan terus bertanya-tanya
Tentang tujuan hidup yang tak satu setan pun tahu
Mari sini sayang ku...
Kalian yang pernah mesra
Yang simpati dan pernah baik pada ku
Tegaklah ke langit luas atau awan yang mendung...
Kita tak pernah menanamkan apa-apa
Kita tak kan pernah kehilangan apa-apa

Selasa, 11 November 1969

Kamis, 15 Mei 2014

Selasa, 13 Mei 2014

Sampai Nanti

Masih teringat saat kau berlari mendekat padaku
Menunduk dan semakin menunduk
Hingga lelah, entah berpikir atau mengambil nafas dalam setelahnya dan berharap aku berhenti

Masih teringat saat kau memberiku secarik kertas yang bertuliskan puisi manis dengan gambar bunga di sudut-sudutnya, kau tersenyum sambil berlalu

Masih teringat saat jam sekolah berakhir kau berdiri dan bersandar di mejamu menungguku menutup jendela kaca kelas karena hari itu jadwal tugasku piket

Masih teringat ketika kau datang mendekat lalu menurunkan gulungan lengan bajuku kemudian sekali menatapku dan melarangku jangan melakukannya lagi karena lenganku kurus

Masih teringat pada jam pelajaran bahasa inggris kau datang menyuruh teman sebangkuku untuk pindah dan menggantikannya duduk di sampingku, karena kau tau aku kurang pandai tentang pelajaran itu

Sebenarnya aku belum paham mengapa semua itu terjadi, mengapa kau melakukan itu
Yang aku tau adalah rasa kagum saat melihatmu berbicara cerdas saat diskusi setelah persentase tugas kelompok di depan kelas, rasa senang ketika aku merasa diperhatikan olehmu, rasa kehilangan di kelas ketika ada suratmu di meja guru berisi tentang keadaanmu yang sedang sakit yang ku lihat hanyalah bangku kosong sepanjang hari

Aku pernah melihatmu murung sendiri di pojok kelas sambil menyandarkan kepalamu pada sandaran kursi, ingin rasanya tau apa masalahmu, ingin masuk di dunia pikiranmu kemudian mengikat semua gundahmu

Kau juga sering menegurku dengan lembut jika aku melakukan hal-hal aneh ketika jam pelajaran kosong. Menyuruhku tuk diam, tetapi teguran yang hanya untukku, sementara yang teman lainnya kau biarkan.
Kau pernah mengatakan bahwa ada hal yang sudah kau berikan padaku, namun aku tidak pernah menyadarinya. Mungkin karena aku kaku.
Aku kaku saat kau mendekatiku, ketika wangi parfum khas milikmu tercium olehku
Aku kaku ketika kita kebetulan saling berpapasan keluar dari kelas
Aku kaku terhadap tatapan sendumu yang tertuju padaku melihatku serius membaca komik kesukaanku dari sudut mataku aku memperhatikan hal itu
Kaupun salah tingkah ketika tiba-tiba aku menatapmu
Kemudian semua tidak terucap, menjadi misteri dan kemudian berlalu
Biarkan hujan hari itu menjawab rasamu, akupun begitu.
Biarkan tetes air dari atap lantai dua kelas menyimpan kenanganmu dan kenanganku
Biarkan mimpi-mimpi buruk menghapus ingatanmu tentang kelas dan isinya

Aku cuma ingin satu saat nanti kita bercerita tentang rasamu, rasaku dan semua tentang bagaimana aku tidak bisa tidur mengingat senyummu, tentang mengapa kau selalu menulis banyak namaku di buku diarymu yang kau lupa di laci kelas, tentang aku yang senang melihat lentik bulu yang menghiasi matamu, tentang aku, tentang kamu, tentang semua...


01:53 pm. 14 May '14

Minggu, 11 Mei 2014

Dalam Pekatmu, Sendiri

Dari ujung belantara, teriakan jangkrik terdengar merdu di dalam kesunyian
Sepi saja di sini, itulah terasa dalam jiwa
Suara-suara binatang malam lembah dalam peraduannya bersaksi tentang malam ini
Lepaskan penat tanpa keringat, hanya gerimis
Seperti ikut berjalan diantaranya, hanya sendiri
Menatap hampa pada kegelapan, hanya misteri
Adakah batas di atas sana, hingga aku menatap tanpa menemukanmu
Purnama tidak selalu indah, genggaman kuatmu terlepas dan terhempas
Hilang lalu pergi tanpa jejak
Kau juga lupa tentang cerita yang kuperdengarkan kemarin lalu diam
Kita mungkin masih rapuh gampang terkoyak gelombang masa.
Midnight 23:49 am

Jumat, 09 Mei 2014

Numb

Air mata takkan bisa memanggilku
Ucapanpun tidak dapat ku dengar
Sisa-sisa tangis hati telah menyembuhkanku dalam semalam
Suaramu serak memilih tuk pergi
Lepas dahaga dari derita menjadi cerita
Lebam dimatamu, sembuhkan dengan benci
Bukan meninggalkan dengan duka
Mataku tak bisa terbuka lagi, tanganku kaku
Meraihmu...
Untuk apa lagi, aku sudah tidak bernyawa
Bagaimana dengan merasakan cinta?

Jalan Ramai (Survei Lalu Lintas)

Kamis, 08 Mei 2014

Koma

Roh dalam darah seolah menangis memberi tahu seberapa jauh lagi kau meyakinkan dirimu mencintainya. Gelap terang silih berganti, tertatih tetap melangkah. Kau pejamkan mata sejenak, dimana terakhir kalinya mendengarmu berucap sayang. Ini bagian hidupku, tanpa arti seperti kapas tanpa emas jika semakin menjauh. Mengapa aku?
Senjamu mulai datang, mimpimu baru saja kau terbangun. Terlambat untuk menyesal. Bagaimana dengan sesal itu sendiri?

Salah itu bagai titik diatas kertas, itulah kenyataan. Kenyataan dimata para manusia.

Purnama ke Duabelas

Kita berbeda, kamu tidak akan pernah mungkin bisa mengerti seperti yang aku inginkan. Kita berbeda, ada beberapa hal yang tidak kamu pahami tentangku. Kita berbeda, makanya aku menjauh. Kita tidak bisa bersama lagi.

Itu kalimat terakhir yang terkirim dari pesan singkatmu. Yah memang belakangan ini kamu menuntut banyak padaku, memintaku menuliskan tentang bagaimana sosokmu di mataku, tentang berapa besar perjuanganku untuk bisa mempertahanmu, tentang seperti apa usaha yang aku jalani selama ini, tentang pekerjaan apa yang bisa menjamin masa depanmu nanti. Kamu tahu semua itu sudah aku jalani, mungkin prosesnya yang membuatmu kurang bersabar. Aku selalu dan tetap berusaha. Seberapa maju langkahku itu,  kamu tidak pernah melihatnya, hanya bisa bertanya padaku atau teman-teman terdekatku. Iya, semenjak kamu memutuskan melanjutkan kuliah Pascasarjana untuk meraih gelar Magister di jurusan Fisika yang sama seperti jurusan Sarjanamu. Semua cita-cita tersusun rapi saat kita bercerita tentang bagaimana masa depan kita. Banyak, seperti tumpukan buku-buku di ruang khusus yang akan menjadi perpustakaan pribadiku. Hingga aku bisa menyusunnya dengan rapi di rak yang berbentuk silinder. Semua itu mudah, tetapi butuh proses, dimana aku harus memilah mana tulisan fiksi dan di bagian mana bagian tentang nonfiksi, juga ada buku tentang National Geographic koleksiku. Begitu susunannya rapi barulah itu aku kan menyusun tempat di mana buku lainnya aku tempatkan. Mungkin tidak jauh berbeda dengan proses langkah yang aku lakukan apa yang menjadi tuntutanmu. Kemarin aku masih merasakan semangat darimu untukku, hingga kulakukan semua dengan tulus. Semenjak engkau mulai smester S2 bertemu dengan teman-teman berbeda seperjuanganmu sambil bercerita tentang masa depan berikutnya, kaupun tidak mau kalah dengan mereka. Hingga kita bertengkar karena mendengarku belum juga lolos masuk di perusahaan terbesar di kota kita, tempat yang meyakinkan, baik dari gaji dan tunjangan kesejahteraan. Kau marah sampai aku tidak bisa berbuat bagaimana lagi. "Kita break dulu sampai kau menemukan pekerjaan yang bisa menjanjikan. Kau kan yang akan menjadi kepala Rumah Tangga nantinya, mau kau kasih apa aku?". Itulah kalimatmu sebelum memutuskan mematikan tiba-tiba ponselmu sebelum aku menjawabnya. Itu juga pertama kau menyebut kata "kau" yang sebelumnya kamu selalu memanggilku "cinta" dalam kalimat apapun itu padaku. Itu juga membuatku menjadi buntu. Biasanya kamu memberi semangat aku tidak perduli dengan diriku, seberapa lelah usahaku, seberapa jauh aku melangkah asalkan kamu tersenyum dan tetap denganku. Itu saja. Ini bukan keluhan, karena aku tidak pernah menyesali semua.
Kalimat terakhirmu itu juga menjadi batas komunikasiku denganmu. Ini sudah bulan ke-tujuh setelah itu. Aku memang jatuh sesaat, tetapi semangatku tetap ada dan berusaha. Aku berpikir itu mungkin kamu katakan karena benar saat marah saja, "mungkin akan berubah pikiran lagi.." gumamku dalam hati sebagai penyemangat. Semenjak lima bulan lalu aku memulai membuka bisnis desain yang aku pelajari saat kuliah yang pemesanannya online dari seluruh Indonesia. Untungnya lumayan, karyawanpun sudah mulai ada aku menjadi koordinatornya, hingga aku membuat sendiri tempatnya yang sebelumnya menyewa. Sambil menunggu panggilan -dinyatakan lulus- oleh perusahaan tempatku melamar. Aku selalu berharap nomorku dihubungi setelah mengikuti pendaftaran Batch 9 seminggu yang lalu, ini sudah keenam kalinya aku mencoba lagi. Aku juga tidak lepas berharap kau menghubungiku, karena menghubungimu sudah tidak bisa lagi. Nomor dan Pin BBM-mu sudah terganti, akun Facebook dan Twittermu juga telah memblokirku. Aku cuma berharap dan terus berharap kamu tetap ada di sana yang terpenting di hati dan pikiranmu masih ada bayangan kenangan tentangku.
Selang hari ke empat belas, jawaban dari perusahaan datang langsung kerumahku. Ini bukan melalui ponsel, tetapi bagian penerimaan langsung menemuiku. Aku sebenarnya sudah di terima semenjak mendaftar pertama. Tetapi ada hal yang tidak bisa dikatakan pihak perusahaan sampai kenapa aku di katakan tidak lulus.
Ini akan menjadi berita baik untukmu pasti kamu senang. Purnama ke duabelas aku memutuskan tuk menemuimu dan mengatakan langsung berita ini, sambil membawa cincin yang ku pesan sebagai tanda ikatan untukmu.
Setelah terbang selama dua jam, aku sampai di kota tempatmu kuliah, singgah di rumah tempatmu menyewa. Kamu pernah memberiku alamatnya sebelum kita break tetapi katanya sudah pindah bulan lalu akupun memutuskan langsung menuju kampusmu. Berpakaian seperti mahasiswa sambil melirik kanan kiri pada gedung-gedung -salah satu kampus terbesar di Indonesia itu- aku berjalan menuju gedung jurusanmu. Rambutku gondrong di bawah bahu, karena selama delapan bulan belum bercukur, dengan sedikit janggut yang selalu ku rapihkan jika sudah sepanjang ukuran genggaman, mahasiswa-mahasiswa yang nongkrong banyak melihatku heran. Masih jamankah gondrong? Begitu mungkin kata dalam hati mereka. Setahun lebih tidak bertemu dan komunikasi membuatku cuek dengan semua. Semenjak dari berangkat aku hanya bertanya dalam hati, bagaimanakah kamu sekarang? Masihkah kamu menyimpan rasa terhadapku? Masih ingatkah tentang cita dan cinta kita dahulu? Pudarkah?

Kamar Sempit, 8 Mei 2014.

Mutiara Hitam di Kampus Biru

Dari sudut manapun kita bersua, setelah sembilan tahun semenjak aku menikmati lembut warna tembok dan kusut lantai tegel yang setiap tahunnya berganti baru. Kau tetap sama, menyimpan banyak kenangan, kesenangan, dan hal-hal rahasia yang kau saksikan dalam diammu.
Ruang-ruang yang biasanya ramai dengan celoteh dosen suara-suara mahasiswa yang berbicara, berorasi mengeluarkan aspirasinya, tukar pendapat dalam forum, tangis bengis saat tugas ditolak mentah oleh dosen yang pengerjaannya sampai seminggu begadang menembus malam.
Kusam kaca-kacamu yang dari saat pembuatannya tidak pernah tersentuh alat ataupun cairan pembersih, malah hanya bertambah parah ketika menjadi sasaran karena ada bagian dari kami yang mengamuk terhadap dosen karena tidak menerima tugasnya dibongkar dari halaman pertama, ataupun tawuran antar fakultas demi membela harga diri dan rasa persaudaraan dalam Fakultas Mutiara Hitam. Kursi-kursi besi yang kadang ikut juga dalam tawuran "kami tidak memulai, tetapi jangan pernah sentuh dan injak harga diri kami itulah saatnya kami melawan".
Sekret Hitam full AC (Angin Cepoi-Cepoi), tempat curhat skalian kerja tugas yang terkadang dijadikan arena "fight" jika meluapkan emosi juga tempat nonton bareng Uefa Liga Champion atau Barclays Premier League karena tim-tim favorit yang bertanding.
Ada banyak kenangan di sini di tempat ini, sahabat, teman, rekan, kawan, juga lawan. Fakultas Mutiara Hitam " TEKNIK". Aku juga takkan kemana, tidak ada kata lupa di sini.

FT-UT (Ruang Rehabilitasi)

Rabu, 07 Mei 2014

Dalam Satu Dunia

Bilamana ombak tak beriak, camar tak menari indah di atasnya dan menantikan celoteh sang ilalang di sudut karang...

Dan..
Sampaikanlah salam hangatmu ketika jenuhmu
Kutipan katamu bisa menyadarkanku
Bait puisimu menyentuh
Kita..
Manakala semakin tersudut oleh cepatnya waktu
Jagalah semua yang pernah kau katakan
Itulah peganganmu
Aku..
Ada di sini, di tempat yang sama

Selasa, 06 Mei 2014

EmpatBelas

Teringat dan teringat
Ketika bayangan jari-jari dan bentuk suaramu
Berkembang dalam nadi biruku
Sudah sampai jauh dalam kita
Tetiba kelopakmu jatuh diterpa badai sore itu
Kau tak mungkin memungutnya
Biarkan berserakan lalu menjadi busuk
Berbaur dengan tanah mati
Kelopak itu masih banyak, tersimpan dalam singgasananya
Daun pelangi dalam mentari
Lalu suara panggilanmu
Aku sendiri
Aku ingin sendiri
Sendiri saja mendengarnya
Hanya aku yang menoleh
Tiada upaya dari sudut matamu melirik. Cukup disini.

luvne.com resepkuekeringku.com desainrumahnya.com yayasanbabysitterku.com